Mekanisme Pemilihan Kepala Daerah Masih Alot di Panja RUU Pilkada

15-03-2013 / KOMISI II

Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) terkait mekanisme pemilihan kepala daerah masih menjadi perdebatan di tingkat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada di Komisi II DPR.

Beberapa fraksi masih berdebat soal mekanisme pemilihan kepala daerah. Misalnya saja, Fraksi Partai Demokrat (FPD) yang memilih pilkada tidak langsung atau melalui pemilihan oleh DPRD.

Menurut Anggota Panja RUU Pilkada dari FPD, Abdul Wahab Dalimunthe, pemilihan kepala daerah langsung menimbulkan mudharat, yakni mengajarkan rakyat yang korupsi. Dan partai politik menarik "uang sampan" dari para calon kepala daerah hingga Rp 5 miliar.

"Dalam pemilu di Sumatera Utara lalu, habis Rp 80 miliar, dan untuk pengamanan sampai Rp 60 miliar. Sementara rata-rata calon sampai menghabiskan Rp 30 miliar. Untuk apa demokrasi kalau tidak untuk kepentingan rakyat," katanya dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah pakar, diantaranya guru besar ilmu politik dari UI, Prof Maswadi Rauf dan pakar politik dari UGM, Cornelis Lay di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (14/3).

Pandangan berbeda datang dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Anggota Panja RUU Pilkada dari FPAN Herman Kadir menolak ide pemilihan kepala daerah melalui DPRD. "Itu kemunduran. Kalau kita mau ubah sistem ini, kita sudah mundur ke belakang," tambahnya.

Menurut Herman Kadir, bila memang persoalannya para calon, maka mekanismenya yang harus diperbaiki. Dia mengutarakan ada beberapa pilkada yang tidak menghabiskan dana besar. "Caranya, perketat aturan mainnya. Kalau perlu pilkada serentak agar rakyat tidak jenuh," ujarnya.

Menanggapi perdebatan ini, guru besar ilmu politik dari UI, Prof Maswadi Rauf mengatakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD adalah kemunduran, karena yang bermain hanya elite partai politik. "Ini akan menimbulkan kritik yang sangat tajam. Sebab, dari pemilihan rakyat dikembalikan ke elite parpol," tukasnya.

Maswadi menambahkan, kalau ada masalah dengan Pilkada bukan demokrasinya yang diubah, tapi mekanismenya.

Sementara menurut pakar politik politik dari UGN Cornelis Lay menilai dalam demokrasi yang terpenting bukan pemilihan langsung atau tidak langsung. "Tapi apa yang mau dicapai," katanya.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengatakan kehadiran sejumlah pakar ilmu politik dalam RDPU dalam Panja RUU Pilkada dalam rangka untuk memberikan masukan RUU Pilkada akan terus dikebut dalam pembahasannya dalam masa sidang kali ini.

"Kita akan minta mereka memberi masukan tentang mekanisme pemilihan yang menurut usulan pemerintah melalui DPRD, terus pilkada serentak, dana penyelenggaraan dan kampanye, juga tentang wakil kepala daerah," ujar Hakam Naja.

Hakam menambahkan, dalam pembahasan RUU Pilkada juga muncul usulan tentang mekanisme bagi kepala daerah yang akan maju lagi. Calon petahana, begitu biasa disebut, harus nonaktif dari jabatannya. Meskipun pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), ketentuan ini diusulkan kembali dalam konten RUU Pilkada.

"Kita semua sedang cari formula yang terbaik. Sebab, memang ada kecenderungan kepala daerah yang sedang menjabat itu menyalahgunakan jabatannya dengan mengerahkan PNS, mengalokasikan dana bansos dan hibah, dan memutasi pegawai," katanya. (nt) foto:wy/parle

BERITA TERKAIT
Tunggu Arahan Presiden, Pemindahan ASN ke IKN Tidak Perlu Grasah-Grusuh
12-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ali Ahmad menegaskan pemindahan Aparatur Sipil Negara harus tunggu arahan Presiden Prabowo...
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...